Showing posts with label ZONA ISLAM. Show all posts
Showing posts with label ZONA ISLAM. Show all posts

16 October 2016

Ilmu Filsafat



Penjelasan Dari Filsafat
Arti filsafat
Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama. yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah "filsafat" dapat ditinjau dari dua segi, yakni: 
1. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab 'falsafah', yang berasal dari bahasa Yunani, 'philosophia', yang berarti 'philos' = cinta, suka (loving), dan 'sophia' = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi 'philosophia' berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut 'philosopher', dalam bahasa Arabnya 'failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.

2. Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti 'alam pikiran' atau 'alam berpikir'. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa "setiap manusia adalah filsuf". Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

Beberapa definisi
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:

1. Plato (427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).

2. Aristoteles (384 SM - 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmua pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).

3. Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.

4. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.

5. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: "apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika);
"apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika); "sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi).


6. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.

7. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Kesimpulan
Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa:
a. Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.

b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:

"hakikat Tuhan, "hakikat alam semesta, dan "hakikat manusia, serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.

11 September 2016

MAKNA & SEJARAH HARI RAYA IDUL ADHA (ZONA ISLAM)

Idul Adha adalah momen hari raya Islam (10 Dzulhijjah) yang memberikan makna dan pengertian berupa nilai-nilai pengorbanan yang diangkat dari sejarah dan kisah nabi Ibrahim serta anaknya Ismail.
Sebelum saya mengulas sejarah Idul adha atau yang dikenal juga dengan sebutan hari raya kurban dan hari raya haji, maka izinkanlah saya untuk kembali memperkenalkan 3 tokoh sentral yang memiliki peran besar dalam proses penciptaan sejarah yang agung ini.
Yang pertama adalah nabi Ibrahim. Beliau dikenal dengan sebutan al-khalil (Kekasih Allah) adalah salah satu rasul ulul azmi. Yaitu Rasul yang mendapatkan keistimewaan berupa mukjizat sebagai bukti akan kerasulannya.
Ibrahim adalah sosok yang menjadi ikon utama dalam momentum sejarah umat Islam. Dimulai dari proses pencarian Tuhan yang Maha Esa (Monoteisme), Penyebaran keyakinan untuk menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan, prosesi pembangunan ka’bah, sampai dengan terciptanya ibadah haji dan hari raya idul adha.

Tokoh sentral kedua adalah nabi Ismail yang tidak lain merupakan anak dari Ibrahim yang diperolehnya dari Siti Hajar. Ismail dalam sejarah idul adha digambarkan sebagai seorang anak yang memiliki tingkat keyakinan dan keteguhan hati yang mantap dan luar biasa.
Bagaimana tidak, diusianya yang masing tergolong anak-anak, namun beliau begitu setia dengan permintaan ayahnya dan perintah Tuhan untuk dijadikan Kurban (disembelih). Yang tidak lain bahwa perintah Tuhan tersebut hanyalah bentuk pengujian keimanan baik kepada Ibrahim sendiri maupun kepada Ismail.
Tokoh sentral yang ketiga adalah Hajar yang merupakan istri kedua Ibrahim yang awalnya merupakan seorang budak. Hajar adalah ibunda Ismail, dan ia adalah teladan bagi banyak wanita tentang bagaimana mentaati suami, mentaati perintah Tuhan, dan menyayangi anaknya. Hajar merupakan tokoh sejarah yang mengawali terbentuknya kota Mekkah.
Anda pasti ingat sebagaimana disebutkan dalam sejarah suatu ketika Hajar harus berkeliling antara bukit Safa dan Marwah demi mendapatkan pertolongan dan air minum bagi anaknya Ismail yang sedang kehausan.

Kemudian dengan mukjizat Allah, maka keluarlah air zam-zam yang seiring dengan perkembangan zaman, tempat itu kemudian menjadi tempat yang subur, banyak ditinggali pendudukan, hingga sampai dengan saat ini kita mengenal tempat itu dengan sebutan kota Mekkah.
Itulah tiga tokoh sentral yang mengawali berbagai sejarah besar dalam umat Islam termasuk idul adha. Lalu bagaimana sejarah idul adha itu terbentuk?

Ibrahim dikenal sebagai manusia dengan tingkat keimanan yang luar biasa. Hal ini tak mengherankan karena beliau telah memulai proses pencarian kebenaran akan keberadaan Tuhan sejak kecil. Sehingga ketika diangkat menjadi nabi dan rasul ulul azmi, beliau juga mendapat gelar al-khalil atau kekasih Allah, sebagaimana saya sebutkan di atas.

Lantas kemudian muncul pertanyaan dari para malaikat, kenapa Allah memberinya gelar al-khalil. Para malaikat tersebut menginginkan pembuktian, maka Allah memberikan Ibrahim ujian besar sebagai bentuk ketaatan dan keimanan Ibrahim.

Dalam kitab Misykatul Anwar disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Ini merupakan jumlah yang sangat besar sehingga bisa dikatakan bahwa Ibrahim adalah seorang milioner pada zamannya. Tentu saja kekayaan tersebut tidak menjadikan Ibrahim sombong apalagi lupa akan posisi dirinya sebagai hamba Allah.

Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga. Demikianlah perkataan Ibrahim yang mendatangkan pembuktian kemurniaan iman dan taqwa dari Allah.

Lewat sebuah mimpi, Allah meminta Ibrahim untuk menyembelih anaknya sebagai bentuk pengorbanan dan ketaatan kepada Allah. Sontak kemudian Ibrahim terbangun dan kaget setengah mati. Inikah ujian sebenarnya dari Tuhan?
Namun ketika memantapkan hatinya, akhirnya Ibrahim siap. Dan ketika ia menceritakan kepada sang anak (Ismail) atas perintah ini, alangkah kagetnya Ibrahim bahwa anaknya begitu siap tanpa penolakan. Ismail berkata, “jika itu adalah perintah dari Tuhan, maka lakukanlah”.
Luar biasa, sebuah keimanan dan ketaqwaan serta kemantapan hati yang jarang akan kita temui di zaman sekarang. Namun apakah Ismail jadi disembelih?
Tentu saja tidak. Allah hanya ingin memperlihatkan kepada para malaikat bahwa gelar al-khalil yang diberikan kepada Ibrahim bukanlah tanpa alasan.
Maka kemudian proses penyembelihan itu diganti oleh Allah dengan seekor domba yang dagingnya dbagikan kepada fakir miskin. Inilah yang kemudian menjadi sejarah lahirnya idul nahr atau hari raya kurban dan kita mengenalnya sebagai idul adha.

Ada beberapa hikmah yang bisa dijadikan pelajaran penting dari sejarah idul adha ini, yaitu
# Keimanan
Manusia yang memiliki keteguhan iman seperti Ibrahim tidak akan tergoda dengan keberlimpahan harta maupun kedudukan yang menjadi karunia Tuhan. Lihatlah bagaimana Ibrahim bahkan rela mengorbankan harta yang paling berharga dalam hidupnya, yaitu anaknya Ismail, semata-mata karena ketaatan dan keimanan yang tinggi kepada Allah.
Mampukah kita memiliki daya keimanan yang kuat seperti itu? Saya kira hanya diri anda yang mampu menjawabnya. Anda tentu saja tak harus mengorbankan anak atau apapun. Karena inti dari pelajaran yang ingin diberikan Ibrahim adalah bahwa keimanan tidak bisa ditawar apalagi ditukar dengan harta benda dan segala atribut yang sifatnya hanyalah sementara.

# Ketaqwaan
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran bahwa yang dimaksud dengan taqwa adalah meyakini akan keberadaan sesuatu yang gaib. Meyakini tidaklah sekedar dalam hati, melainkan dengan lisan dan perbuatan juga. Inilah ketaqwaan yang ditunjukan Ismail.
Dirinya begitu ridha, bahwa jika itu memang perintah Tuhan, maka beliau siapa menerima bahkan jika nyawa yang menjadi taruhannya.

EDIT OLEH : NAZRIEL