Idul Adha adalah momen hari raya Islam (10 Dzulhijjah) yang memberikan makna dan pengertian berupa nilai-nilai pengorbanan yang diangkat dari sejarah dan kisah nabi Ibrahim serta anaknya Ismail.
Sebelum
saya mengulas sejarah Idul adha atau yang dikenal juga dengan sebutan
hari raya kurban dan hari raya haji, maka izinkanlah saya untuk kembali
memperkenalkan 3 tokoh sentral yang memiliki peran besar dalam proses
penciptaan sejarah yang agung ini.
Yang pertama adalah nabi Ibrahim. Beliau dikenal dengan sebutan al-khalil (Kekasih Allah) adalah salah satu rasul ulul azmi. Yaitu Rasul yang mendapatkan keistimewaan berupa mukjizat sebagai bukti akan kerasulannya.
Ibrahim adalah sosok yang menjadi ikon utama dalam momentum sejarah umat Islam.
Dimulai dari proses pencarian Tuhan yang Maha Esa (Monoteisme),
Penyebaran keyakinan untuk menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan,
prosesi pembangunan ka’bah, sampai dengan terciptanya ibadah haji dan
hari raya idul adha.
Tokoh sentral kedua adalah nabi Ismail yang
tidak lain merupakan anak dari Ibrahim yang diperolehnya dari Siti
Hajar. Ismail dalam sejarah idul adha digambarkan sebagai seorang anak
yang memiliki tingkat keyakinan dan keteguhan hati yang mantap dan luar
biasa.
Bagaimana tidak, diusianya yang masing tergolong anak-anak,
namun beliau begitu setia dengan permintaan ayahnya dan perintah Tuhan
untuk dijadikan Kurban (disembelih). Yang tidak lain bahwa perintah
Tuhan tersebut hanyalah bentuk pengujian keimanan baik kepada Ibrahim
sendiri maupun kepada Ismail.
Tokoh sentral yang ketiga adalah
Hajar yang merupakan istri kedua Ibrahim yang awalnya merupakan seorang
budak. Hajar adalah ibunda Ismail, dan ia adalah teladan bagi banyak
wanita tentang bagaimana mentaati suami, mentaati perintah Tuhan, dan
menyayangi anaknya. Hajar merupakan tokoh sejarah yang mengawali
terbentuknya kota Mekkah.
Anda pasti ingat sebagaimana disebutkan
dalam sejarah suatu ketika Hajar harus berkeliling antara bukit Safa dan
Marwah demi mendapatkan pertolongan dan air minum bagi anaknya Ismail
yang sedang kehausan.
Kemudian dengan mukjizat Allah, maka
keluarlah air zam-zam yang seiring dengan perkembangan zaman, tempat itu
kemudian menjadi tempat yang subur, banyak ditinggali pendudukan,
hingga sampai dengan saat ini kita mengenal tempat itu dengan sebutan
kota Mekkah.
Itulah tiga tokoh sentral yang mengawali berbagai
sejarah besar dalam umat Islam termasuk idul adha. Lalu bagaimana
sejarah idul adha itu terbentuk?
Ibrahim dikenal sebagai manusia
dengan tingkat keimanan yang luar biasa. Hal ini tak mengherankan karena
beliau telah memulai proses pencarian kebenaran akan keberadaan Tuhan
sejak kecil. Sehingga ketika diangkat menjadi nabi dan rasul ulul azmi,
beliau juga mendapat gelar al-khalil atau kekasih Allah, sebagaimana
saya sebutkan di atas.
Lantas kemudian muncul pertanyaan dari para
malaikat, kenapa Allah memberinya gelar al-khalil. Para malaikat
tersebut menginginkan pembuktian, maka Allah memberikan Ibrahim ujian
besar sebagai bentuk ketaatan dan keimanan Ibrahim.
Dalam kitab Misykatul Anwar disebutkan
bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu,
dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim
mencapai 12.000 ekor ternak. Ini merupakan jumlah yang sangat besar
sehingga bisa dikatakan bahwa Ibrahim adalah seorang milioner pada
zamannya. Tentu saja kekayaan tersebut tidak menjadikan Ibrahim sombong
apalagi lupa akan posisi dirinya sebagai hamba Allah.
Ketika pada
suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak
ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku.
Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan
cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan
aku serahkan juga. Demikianlah perkataan Ibrahim yang mendatangkan
pembuktian kemurniaan iman dan taqwa dari Allah.
Lewat sebuah
mimpi, Allah meminta Ibrahim untuk menyembelih anaknya sebagai bentuk
pengorbanan dan ketaatan kepada Allah. Sontak kemudian Ibrahim terbangun
dan kaget setengah mati. Inikah ujian sebenarnya dari Tuhan?
Namun
ketika memantapkan hatinya, akhirnya Ibrahim siap. Dan ketika ia
menceritakan kepada sang anak (Ismail) atas perintah ini, alangkah
kagetnya Ibrahim bahwa anaknya begitu siap tanpa penolakan. Ismail
berkata, “jika itu adalah perintah dari Tuhan, maka lakukanlah”.
Luar
biasa, sebuah keimanan dan ketaqwaan serta kemantapan hati yang jarang
akan kita temui di zaman sekarang. Namun apakah Ismail jadi disembelih?
Tentu
saja tidak. Allah hanya ingin memperlihatkan kepada para malaikat bahwa
gelar al-khalil yang diberikan kepada Ibrahim bukanlah tanpa alasan.
Maka
kemudian proses penyembelihan itu diganti oleh Allah dengan seekor
domba yang dagingnya dbagikan kepada fakir miskin. Inilah yang kemudian
menjadi sejarah lahirnya idul nahr atau hari raya kurban dan kita mengenalnya sebagai idul adha.
Ada beberapa hikmah yang bisa dijadikan pelajaran penting dari sejarah idul adha ini, yaitu
# Keimanan
Manusia
yang memiliki keteguhan iman seperti Ibrahim tidak akan tergoda dengan
keberlimpahan harta maupun kedudukan yang menjadi karunia Tuhan.
Lihatlah bagaimana Ibrahim bahkan rela mengorbankan harta yang paling
berharga dalam hidupnya, yaitu anaknya Ismail, semata-mata karena
ketaatan dan keimanan yang tinggi kepada Allah.
Mampukah kita
memiliki daya keimanan yang kuat seperti itu? Saya kira hanya diri anda
yang mampu menjawabnya. Anda tentu saja tak harus mengorbankan anak atau
apapun. Karena inti dari pelajaran yang ingin diberikan Ibrahim adalah
bahwa keimanan tidak bisa ditawar apalagi ditukar dengan harta benda dan
segala atribut yang sifatnya hanyalah sementara.
# Ketaqwaan
Sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran bahwa yang dimaksud dengan taqwa adalah
meyakini akan keberadaan sesuatu yang gaib. Meyakini tidaklah sekedar
dalam hati, melainkan dengan lisan dan perbuatan juga. Inilah ketaqwaan
yang ditunjukan Ismail.
Dirinya begitu ridha, bahwa jika itu
memang perintah Tuhan, maka beliau siapa menerima bahkan jika nyawa yang
menjadi taruhannya.
EDIT OLEH : NAZRIEL
No comments:
Post a Comment