PERMASALAHAN PENYAKIT UMUM
MASYARAKAT DESA
I. Pendahuluan
Akhir-akhir ini berbagai perubahan
sosial semakin banyak terjadi. Kemajuan zaman yang syarat dengan tehnologi,
pada satu segi diyakini telah membawa perubahan yang positif dalam pembangunan
fisik. Namun seiring dengan perubahan positif yang ada perubahan negatif pun
menyertainya. Tidak dapat dihindarkan ekses dari kemajuan fisik, membawa
pengaruh terhadap perubahan pola budaya, struktur dan stratifikasi masyarakat,
keyakinan masyarakat, pola dan gaya hidup. Ditambah pula dengan tekanan
ekonomi, keadaan psikologis masyarakat di tengah perubahan telah memicu dan
menimbulkan penyakit-penyakit sosial di kalangan masyarakat. Penyakit-penyakit
inilah yang selanjutnya menjadi kajian dalam pembahasan berikut.
II. Pembahasan
A. Pengertian
Penyakit Masyarakat Desa
1. Pengertian Penyakit
Secara defenitif belum ditemukan
pengertian baku tentang penyakit masyarakat, sebab nama tersebut baru
dipopulerkan akhir-akhir ini. Ada kata-kata yang hampir mendekati pengertian
tersebut misalnya, kejahatan, tindakan kriminal,[1]
penyalanggunaan obat, dan penyimpangan[2]
terhadap norma dan agama. Akan tetapi kata-kata tersebut hanyalah bagian dari
penyakit masyarakat. Untuk mengetahui makna dari penyakit masyarakat, maka
perlu diketahui arti dasar dari kedua nama tersebut. Penyakit masyarakat
terdiri dari dua kata yaitu penyakit dan masyarakat. Penyakit adalah keadaan
tidak normal pada badan atau fikiran yang menyebabkan ketidakselesaian,
disfungsi, atau tekanan/stres pada seseorang. Kadang kala istilah ini digunakan
secara umum untuk menerangkan kecederaan, kecacatan, sindrom, simptom, dan
keburukan tingkah laku.
2. Pengertian masyarakat
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama.[7]
Menurut Selo Sumardjan berpendapat masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu
struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat
adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif
pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya. Sedangkan Menurut Paul B. Horton
& C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok/kumpulan manusia tersebut.[8]
3. Pengertian penyakit masyarakat
Penyakit masyarakat adalah hal-hal atau perbuatan yang
terjadi ditengah-tengah masyarakat yang tidak menyenangkan masyarakat atau meresahkari
masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tatakrama
kesopanan sedangkan akibat hukumnya bagi sipelaku ada yang belum terjangkau
oleh ketentuan perundang-undangan yang ada[9] Dari
pengertian penyakit dan masyarakat yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa penyakit masyarakat adalah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan
buruk anggota masyarakat yang telah membudaya, dimana kebiasaan tersebut
melanggar norma, adat dan hukum yang berlaku.
B.
Sejarah dan Latar Belakang Munculnya Penyakit Masyarakat
1. Sejarah Munculnya Penyakit
Masyarakat
Sejarah
adanya manusia, tidak terlepas dari perilaku buruk yang menyertai manusia itu
sendiri. Menurut pepatah orang Tapanuli, Tubu Utte Dohot Durina, Tubu
Jolma dohot Salana.[10] (Tumbuh
Jeruk langsung besar dengan durinya, lahir manusia tumbuh menjadi besar dengan
kesalahannya). Meskipun waktu itu namanya belumlah penyakit masyarakat tetapi
Adam dan Hawa telah melakukan perilaku buruk terhadap Allah, dengan cara
melanggar janji kepada Allah, melanggar norma yang ditentukan oleh Allah SWT.
Demikian juga halnya Kabil yang membunuh saudaranya Habil, hanya untuk
memperebutkan iklima, juga melanggar norma agama dan peri kemanusiaan,
lagi-lagi ini disebut sebagai perilaku buruk meskipun tidak disebut sebagai
penyakit masyarakat[11] Perhatikan surat Al-Quran pada
surah al-Maidah: 27.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ
آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَاناً
فَتُقُبِّلَ مِن أَحَدِهِمَا وَلَمْ
يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ
لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا
يَتَقَبَّلُ اللّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (المائدة: ٢٧)
Artinya: Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya
menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (al Maidah: 27)
2.
Latar Belakang Munculnya Penyakit Masyarakat
Munculnya penyakit masyarakat dalam konteks hari ini,
dipengaruhi oleh berbagai macam hal yang sangat kompleks. Yang jelas ada dua
penyebab munculnya penyakit masyarakat tersebut yaitu berasal dari faktor
internal[23] seperti motivasi[24] dan minat[25] yang sangat kuat untuk mencoba dan
faktor eksternal yaitu berasal dari lingkungan, seperti ajakan dan pengaruh
teman dan pengaruh pola hidup tempat tinggal .[26]
a.
Krisis ekonomi
Krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah membawa dampak
yang tidak menguntungkan bagi masyarakat. Serta semakin sempitnya lapangan
kerja, setidaknya dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas[27], ditengah-tengah masyarakat. Adanya
perampokan, penipuan, perampasan, pencurian dengan pembunuhan, sampai pada
kasus bunuh diri akhir-akhir ini semakin semarak di tampilkan di media massa.
Dari beberapa informasi yang ditemukan disimpulkan bahwa salah satu penyebab
timbulnya tindakan kriminal sebagai bagian dari penyakit masyarakat lebih besar
disebabkan oleh adanya kemiskinan dan krisis ekonomi.
b. Pergaulan dan gaya hidup
Miras yang biasa dikonsumsi para remaja, laki-laki dan
perempuan, tidak ada kaitannya dengan masalah krisis ekonomi, tetapi hal ini
lebih diakibatkan oleh adanya istilah gaya hidup dan pergaulan remaja. Banyak
dikalangan remaja yang mengkonsumsi miras atau ganja misalnya, karena pergaulan
di antara mereka menyebabkan mereka harus mengikuti kebiasaan teman-temanya
yang lagi dianggap trend. Jika tidak mabuk tidak dianggap hebat, jika tidak
bertato tidak disebut jantan, dan berbagai istilah dan simbol-simbol lainnya
yang cukup menyesatkan.
c. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan dapat memberi pengaruh yang besar terhadap
pembentukan kepribadian seseorang. Sebagian besar prinsip dan kebiasaan itu
bermula dari lingkungan dimana dia berada. Sebuah contoh misalnya, watak, cara
pandang dan prinsip yang berbeda-beda di antara suku bangsa yang ada di
Indonesia memberikan pertanda bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap
pribadi manusia.
d. Coba-coba
Amir Syarifuddin mengatakan:
Pada dasarnya hawa nafsu yang berada dalam diri setiap orang
iutu mendorongnya untuk berbuat kejahatan. Ia ingin mendapatkan harta dengan
mudah tanpa imbalan dan kesulitan; ia ingin melakukan pelecehan seksual
terhadap seseorang; ia ingin mengusik ketenangan orang; ia ingin memuaskan
nafsunya dengan makanan dan minuman terlarang; ia ingin melenyapkan seseorang
yang tidak disenanginya; ia ingin menodai nama baik seseorang; ia ingin merusak
apa yang ada dilingkungannya dan sebagainya.[28]
Banyak perilaku buruk yang disebabkan oleh motivasi
coba-coba. Misalnya ketika orang merokok, memakai ganja, menghisap putaw, nyabu
dan perilaku lainnya. Pada dasarnya sebelum orang memakai atau mengkonsumsi
benda-benda tersebut hampir seluruhnya berawal dari rasa ingin mencoba. Terlalu
sering mencoba akhirnya menjadi kebiasaan. Pepatah orang Minang menyatakan alah
bisa karena biasa. Nah, kalau sudah menjadi kebiasaan tentu sulit untuk
menghindarinya. Ibarat perut, tidak dikasih makan satu hari rasanya akan begitu
lapar. Begitu pulalah dengan rokok, kalau sudah biasa sebelum merokok terasa
masih ada yang kurang. Demikianlah halnya dengan pemakai ganja, shabu, putaw
dan lain-lainnya, berasal dari adanya rasa ingin tahu (coba-coba).
C.
Penyakit Masyarakat Sebagai Masalah Dakwah
Penyakit masyarakat dengan kebiasaan dan
kesukaan meminum minuman yang memabukkan (miras) diiringi kegemaran melakukan
perjudian dan perzinaan, berakibat hilangnya ketenteraman hidup bermasyarakat.[29] Penyakit masyarakat
merupakan gejala sosial yang perlu dipahami, dianalisa dan dicarikan
penganganannya secara sosial pula. Namun demikian, penyakit masyarakat selain
sebagai masalah sosial dipandang sebagai penyimpangan terhadap ajaran dan
nilai-nilai agama, khususnya agama Islam. Islam memandang gejala-gejala sosial
dan agama tersebut perlu pendekatan yang bijaksana, secara perlahan, bertahap,
persuasif, dan berkelanjutan. Rasulullah SAW., di utus kepermukaan bumi pada
dasarnya adalah ingin menyempurnakan akhlak manusia dari penyakit-penyakit
sosial-religius yang ada dengan cara berdakwah. Untuk itulah allah berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً (الأحزاب: ٢١)
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.
Ayat tersebut menegaskan bahwa Rasulullah adalah sebuah
contoh teladan yang baik yang diturunkan oleh Allah untuk mengatasi dan
mengobati masalah-masalah sosial-religius yang terjadi. Dengan kebaikan yang
dimilikinya dia berdakwah menyampaikan kebenaran-kebenaran kepada ummatnya yang
telah keliru dan sesat. Jika ditelusuri lebih jauh Nabi Muhammad di utus, pada
masa dimana banyak terjadinya pembunuhan, maraknya minuman-minuman keras,
perjudian, perampasan harta benda, dan perbudakan. Mengenai hal ini Allah
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى
حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ
(النساء: ٤٣)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan”
Pada ayat di atas Rasulullah menyuruh ummat agar
jangan melakukan shalat ketika mabuk. Ini memberi pengertian bahwa masih banyak
ummat Islam pada waktu itu yang terbiasa minum-minuman keras, hanya mendapat
teguran tidak boleh shalat dalam keadaan mabuk. Konsumsi terhadap miras tetap
dilakukan asal saja tidak diminum pada waktu telah dekat dengan waktu shalat,
karena dikhawatirkan mabuk berat dan tidak dapat berkonsentrasi dalam shalat.
Namun dakwah selanjutnya yang dilakukan rasul adalah menyuruh ummatnya agar
berhenti secara total untuk tidak lagi mengkonsumsi miras, karena dia telah
melihat bahwa disamping telah berkurangnya konsumsi miras dalam masyarakat
Islam, faktor negatif yang diakibatkan oleh miras itu lebih besar bahayanya
dari pada manfaatnya. Perhatikan al-Quran berikut ini:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ
وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ (المائدة: ٩٠)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan
Dari kedua ayat tersebut terlihat bahwa Rasulullah
menyampaikan ajaran-ajaran Islam secara perlahan dan bertahap. Dengan cara
inilah Rasulullah berdakwah merubah perilaku manusia (baca: prinsip, paradigma,
cara berpikir, cara berbuat, sikap hidup) dari penyakit-penyakit masayarakat
yang ada pada waktu itu. Dari ayat yang dikemukakan, miras sebagai sebuah
contoh penyakit masyarakat terlihat sebagai sebuah masalah yang perlu ditangani
dengan dakwah Islamiyah.
D.
Macam-macam Penyakit Masyarakat Desa / Perkotaan
Dalam
kajian penulis tertarik untuk mengungkapkan beberapa penyakit mayarakat yang
sedang marak-maraknya terjadi. Disamping sebagai kebiasaan, beberapa penyakit
masyarakat berikut ini sulit untuk diberantas, oleh berbagai alasan.
1.
Narkoba
Kata
Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu Narkoun yang berarti membuat lumpuh
atau mati rasa.[30] Menurut Undang-undang R.I No
22/1997, narkoba (narkotika dan obat-obat berbahaya) adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik buatan maupun semi buatan yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai
menghilangkan nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan.[31]
2.
Miras
Miras
(minuman keras) adalah minuman yang mengandung etanol.[35] Etanol adalah bahan psikoaktif dan
konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran.[36] Sebuah
prasasti yang ditemukan di delta subur antara sungai Eufrat dan sungai Trigis
di kawasan Mesopotamia (sekarang kawasan irak) dan diperkirakan berasal dari
masa sekitar 6.000 SM, sudah memuat gambaran tentang proses pembuatan bir.
Sebuah relief yang terdapat di makam kuno di Mesir dari masa sekitar 2.400 SM
juga menggambarkan proses pembuatan bir dengan bahan "barley"
(barli), yaitu semacam rumput yang bijinya bisa diolah menjadi bir. Sejarah
selanjutnya menapak pada tahun 2.000 SM ketika Raja Hammurabi dari Babylonia
merilis resep tentang cara pembuatan dan penyajian bir. Di Mesir sendiri, sang
Fir'aun (pharaoh) juga terkenal sebagai ahli pembuat minuman hasil fermentasi
ini.[37] Menurut
Ensiklopedi Britanica, seorang sejarawan asal Romawi bernama Pliny dan Tacticus
mencatat bahwa bangsa dari suku Saxon, Celt, Nordic dan Germanic sudah
menkonsumsi sejenis bir tak berwarna (disebut ale). Istilah ini juga berkembang
diantara istilah-istilah lain di kalangan bangsa Anglo-Saxon seperti istilah
Malt, Mash, dan Wort.[38]
3.
Masalah Judi
Dalam Ensiklopedia Indonesia Judi diartikan sebagai suatu
kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan,
permainan atau kejadian yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya.[44] Sedangkan
menurut Kartini Kartono mengartikan judi adalah pertaruhan dengan sengaja,
yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan
menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa
permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum
pasti hasilnya.[45] Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi adalah tiap-tiap
permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung
kepada untung-untungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar
karena kepintaran dan kebiasaan pemainan. Termasuk juga main judi adalah pertaruhan
tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh
mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala permainan
lain-lainnya. Dan lain-lainnya pada Pasal 303 ayat (3) diatas secara detil
dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1981
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian. Antara lain adalah rolet, poker, hwa-hwe, nalo, adu ayam, adu sapi,
adu kerbau, adu kambing, pacuan kuda dan karapan sapi.[46]
4. Prostitusi/pelacuran
Prostitusi atau perzinaan menurut
pengertian masyarakat luas adalah persenggamaan antara pria dan wanita tanpa terikat
oleh piagam pernikahan yang sah.[53]
Pelacuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal
menjual diri sebagai pelacur; penyundalan.[54]
Perbuatan ini dipandang rendah dari sudut moral dan akhlak, dosa menurut agama,
tercela dan jijik menurut penilaian masyakat di Indonesia.
Prostitusi di sini bukanlah
semata-mata merupakan gejala pelanggaran moral tetapi merupakan suatu kegiatan
perdagangan. Kegiatan prostitusi ini berlangsung cukup lama, hal ini mungkin di
sebabkan karena dalam prakteknya kegiatan tersebut berlangsung karena banyaknya
permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual tersebut oleh
sebab itu semakin banyak pula tingkat penawaran yang di tawarkan. Di
negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif.
Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Ini
artinya bahwa para perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena
melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang
berlaku dalam masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks
mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak
bermartabat. Tetapi orang-orang yang mempekerjakan mereka dan mendapatkan
keuntungan besar dari kegiatan ini tidak mendapatkan cap demikian.[55]
Beberapa faktor
yang menjadikan PSK menjadi pelacur adalah: 1) para pekerja seks itu
terpaksa menjalani pekerjaannya sebagai PSK karena tekanan ekonomi, 2) ingin
membantu keluarga yang miskin, 3) ditelantarkan suaminya sementara anak-anaknya
harus tetap makan, 4) ingin membiayai pengobatan orang tuanya, 5) ada juga yang
terpaksa disetujui suaminya karena benar-benar hidup amat miskin. Perlu untuk
diketahui bahwa sebenarnya jika mereka boleh memilih, mereka tidak ingin jadi
PSK, tetapi apa daya, mereka tidak punya kepandaian atau keterampilan. Karena
itulah mereka tetap mempertahan diri menjadi pelacur hanya demi sesuap
nasi. Akibat dari mempertahankan diri dalam jangka yang lama tersebut
secara tidak langsung perilaku itu menjadi bagian dari kehidupannya.
5. HIV/Aids
AIDS merupakan penyakit yang relatif
baru dikenal oleh para ahlinya. Bahaya penyakit ini, banyak dimuat media massa.
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada
saat ini. Penderita penyakit itu kebanyakan berakhir dengan kematian,
sebelum dokter sanggup mengobati. Belakangan ini, penyakit mematikan tersebut
sangat tinggi tingkat penyebarannya.
Karena ganasnya penyakit ini, maka
berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat
mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim
yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang.
Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan
menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat
pertumbuhan virus HIV.[59]
6. Tindakan
kriminal
Tindakan
kriminal yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan-aturan hukum
tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Tindakan kriminal yang
sering kita temui itu misalnya: pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi,
perkosaan, dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat di
kepolisian maupun yang tidak karena tidak dilaporkan oleh masyarakat tetapi nyata-nyata
mengancam ketenteraman masyarakat.[61]
Dari informasi yang sering ditampilkan di media massa setiap hari ditemukan
tindakan kriminal yang dilakukan. Ini menunjukkan bahwa ternyata undang-undang
tentang tindakan kriminal belum dapat membuat jera para pelakunya, justru yang
ada malah bertambah. Sekaitan dengan itu dapat dipahami bahwa para pembuat
kebijakan perlu mengkaji ulang kembali tentang upaya menanggulangi tindakan
kriminal dengan mengundang berbagai ahli-ahli kriminologi untuk merumuskan
format baru yang lebih baik.
E. Strategi
Dakwah Dalam Mengatasi Penyakit Masyarakat
Menurut
Awis Karni “sulit
memisahkan dakwah dengan Islam karena Islam itu berkembang dengan lewat dakwah.
Dakwah sebagai kegiatan menyampaikan ajaran Islam sama tuanya dengan Islam itu
sendiri.” [63]
Secara sosiologis dan antropologis Penanggulangan penyakit Masyarakat
merupakan gejala sosial yang berkembang dalam masyarakat dan merupakan hasil
konstruksi sosial budaya dari masing-masing suku bangsa. Di samping itu masalah
ini dapat juga disebut sebagai masalah global karena masalahnya selalu ada
hampir diseluruh Negara di dunia ini. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh
pemerintah maupun tokoh-tokoh agama untuk menanggulangi masalah ini, namun
belum menampakkan hasil yang menggembirakan, malah sebaliknya semakin mewabah
keseluruh pelosok, mulai daerah perkotaan hingga daerah pedesaan. Tampaknya
masalah narkoba, miras dan judi ini sudah membudaya dikalangan masyarakat,
sehingga sulit untuk mencari jalan keluarnya dari permasalahan. Lambat atau
gagalnya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi penyakit
masyarakat bukan berarti selesailah sudah kekuatan yang dimiliki, atau bukan
berarti hapuslah sudah harapan. Barangkali strategi yang dilakukan belumlah
menyentuh atau belum mendasar sehingga tidak mampu menjangkau dan memahami
masalah yang terjadi secara mendalam. Untuk itu dibutuhkan grand strategi
yang tepat untuk dapat mengimbangi antara bertambahnya pelaku penyakit
masyarakat dengan upaya yang cerdas dalam menanganinya. Ada beberapa upaya
dakwah yang dapat digunakan sebagai sebuah strategi untuk meminimalisir
berbagai bentuk penyakit masyarakat.
1. Strategi Bismillah
Nampaknya mungkin saja strategi ini
tidak ditemukan dalam berbagai referensi dan buku-buku yang ada. Namun perlu
penulis sampaikan melalui prinsip inilah Rasulullah memulai setiap dakwahnya.
Strategi bismillah yang dimaksud adalah memulai pekerjaan dakwah dengan
menyebut nama Allah. Bahwa Allah yang maha mengetahui lagi maha penyayang.
Seorang pendakwah ketika akan menyempaikan pesan-pesan dakwah terhadap pelaku
yang terlibat dalam penyakit masyarakat mestilah menanamkan dalam jiwanya bahwa
Allah-lah yang menunjuki dan mengilhamkan manusia kejalan yang benar dan jalan
yang salah.
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (الشمس:٨)
Artinya: Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya”
Apapun yang terjadi ketika berdakwah
Allahlah yang menjadi sandarannya, berhasil atau tidaknya dakwah yang dilakukan
tidaklah dilihat dari seberapa besar upaya yang dilakukan akan tetapi
sejauhmana proses berdakwah itu telah dijalani dengan lillahi ta’ala. Bismillah
lebih dari sebuah motivasi, ia adalah kekuatan yang dahsyat. Bismillah adalah
motor yang tidak kenal lelah. Bismillah adalah jembatan yang senantiasa
menghubungkan setiap kerja dengan pencipta kerja. Mengajak manusia dengan
strategi bismillah tidaklah mendahulukan berapa banyak uang yang akan diperoleh
ketika berdakwah kepada masyarakat, terlebih-lebih ketika berdakwah melalui
pesanan pemerintah. Strategi bismillah adalah ikhlas, tulus, berjuang untuk
mengajak para pasien dakwah agar kembali ke jalan kebenaran. Ari Ginanjar Agustian
menyatakan:
Prinsip bismillahirrahmanirrahim
–bersikap rahman dan rahim kepada orang lain secar tulus. Ini pun merupakan
syarat penting, modal yang bernilai tinggi dalam berhubungan sosial.
Keseimbangan bismillahirrahmanirrahim (prinsip basmalah) yang mendahulukan
upaya ketimbang hasil—adalah perwujudan dari setiap kata dan langkah yang
senantiasa mampu memberi pengaruh kuat kepada orang lain.[64]
Banyak para pendakwah gagal bukan
karena mereka tidak pandai berceramah, bukan karena teori dan pengetahuan
mereka tak cukup, bukan karena mereka tidak memahami objek dakwah, dan bukan
karena waktu mereka tak cukup. Tetapi mereka cepat letih, malas[65]
dan akhirnya menyerah. Penyebabnya adalah mereka bekerja bukanlah berasal dari
hati nurani tidaklah ibda’ binafsih, dakwah tidak lagi dimaknai sebagai
tugas agama, tetapi dakwah dimaknai sebagai sebuah pekerjaan dan keahlian yang
dihitung untung ruginya. Akibatnya antara si pendakwah dengan objeknya hanya
akan terjadi jika ada kebutuhan dan hitung-hitungan materil diantara kedua
belah pihak. Bukankah dakwah itu tidak mengenal orang yang menjadi objek
dakwah, apakah ia, laki-laki, perempuan, tua-muda, kaya dan miskin, semuanya
adalah sama.
فَاصْدَعْ
بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ (الحجر:٩٤)
Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik”
Akhirnya strategi dakwah dengan
bismillah mengandung beberapa ajaran untuk senantiasa jujur, lurus, istiqamah,
visioner, yakin, konsisten, qanaah, tawaduk, sabar dan berserah diri. Kalau
begitu bukankah strategi bismilah yang dianggap sepele ternyata mengandung
nilai-nilai yang luar biasa dahsyatnya? ajaran ini tidak hanya sekedar strategi
yang kecil namun mengandung makna yang luar biasa.
2. Strategi jemput bola
Kita tahu bahwa telah banyak–mereka
yang disebut ustadz, kiyai, buya, alim, ulama—para pendakwah yang setiap hari
memberikan dakwah melalui mesjid-mesjid, mushalla, surau, langgar, sekolah
kantor, tetapi yang namanya penyakit masyarakat tetaplah bertambah setiap hari,
bahkan bentuk-bentuknya semakin aneh. Kalau begitu apa sebenarnya pokok
masalahnya, kenapa sudah ratusan ustadz yang ceramah siang dan malam masalah
agama, penyakit masyarakat masih banyak juga terjadi. Memang banyak jawaban untuk
itu, tetapi yang pasti salah satunya adalah dakwah itu hanya dominan dilakukan
di tempat ibadah, sementara mereka yang terlibat dengan penyakit masyarakat
mungkin saja tidak pernah ke tempat ibadah. Kapan akan terjadi perubahan kalau
ternyata muballigh hanya menyampaikan ajaran-ajaran agama hanya berkutat pada
orang yang sama, katakanlah orang yang baik, yang sering ke mesjid, yang
sanantiasa mendengar pengajian. Sementara orang suka main judi, orang yang suka
ke diskotik, orang yang glamour, para preman, para pelacur, pemabuk dan
lain-lainnya tetap berada pada kumpulan-kumpulannya. Tentunya para pendakwah
hanya akan mengajari orang yang telah sadar, memberi pengetahun kepada orang
sudah berpengetahuan, sementara objek yang sesungguhnya tertinggal, tetap pada
porosnya. Apalah gunanya burung diajari terbang, apalah gunanya Angsa diajari
berenang. Tidak usah diajari pun mereka sudah paham. Kalau begitu tidak salah
kiranya kalau penyakit masyarakat tetap banyak berkembang, karena objek yang
sesungguhnya yang harus disentuh ternyata tidak tersentuh. Untuk itulah pra
muballigh mestilah berfikir dan berupaya bagaimana mendekati langsung orang
yang terlibat dalam penyakit masyarakat.
3. Dakwah tiada henti
Karena Islam adalah agama dakwah
maka konsekuensinya sepanjang ada Islam maka sepanjang itu pula dakwah itu ada.
Tujuan dakwah yang sebenarnya adalah merubahan perilaku beragama orang dari
tidak tahu menjadi tahu dari kurang yakin menjadi yakin dari yang malas
beribadah menjadi rajin. Dengan demikian kegiatan dak’wah adalah kegiatan yang
berusaha mempengaruhi dan mengubah perilaku orang lain. Mengubah manusia
tidaklah semudah mengubah hewan atau benda mati. Manusia mempunyai akal,
kekuatan, prinsip/ideologi, keyakinan, dan pengalaman hidup, yang semuanya itu
sangat sulit merubahnya, oleh karena itulah pekerjaan dakwah mesti dilakukan
dengan berbagai pendekatan dan dilakukan secara sustainable,
berkelanjutan dan tiada henti. Dalam menjalankan dan melakukan berbagai
perubahan terhadap bangsanya, Jepang menganut prinsip “Kaizen” yaitu
inovasi tiada henti. Ajaran ini mengandung makna bahwa orang Jepang percaya
bahwa kemajuan itu mesti dilakukan secara bertahap berkelanjutan dan konsisten.
Sedangkan di dalam bekerja mereka menggunakan prinsip bushido yaitu
adanya kesetiaan, rela berkorban, jujur, disiplin, dan pantangmenyerah. Agaknya
prinsip ini perlu menjadi bagian dari strategi dakwah Islam. Jauh sebelum
ajaran Jepang itu ada, ternyata dalam haditsnya Rasulullah bersabda “amal
yang paling disukai Allah adalah amal yang sedikit, tetapi dilakukan secara
berkelanjutan dan konsisten”. Inilah petunjuk Rasulullah tentang
pembaharuan/inovasi tiada henti.
Perilaku manusia sebenarnya dapat
berubah-ubah, amalnya, imannya demikian pula dengan sikap hidupnya. Karena dia
tidak tetap maka harus ada upaya untuk mengontrolnya, atau paling tidak
mengingatkan agar kembali kepada garis yang sebenarnya. Upaya inilah yang
disebut dengan dakwah. Yaitu upaya mengingatkan orang lain agar kembali
teringat akan kebenaran yang sejati. Di samping itu kegiatan dakwah adalah
upaya memperbaharui, dari yang sudah baik iman, amal, sikap dan perilakunya
menjadi ditingkatkan ke arah penyempurnaan, demikianlah selanjutnya kegiatan
dakwah tiada pernah berhenti. Allah berfirman,
وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (العصر:٣)
Artinya: “nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa
manusia perlu saling memberi peringatan dalam bentuk nasehat terhadap
sesamanya. Agar mereka tetap dalam keimanan, dan konsisten dalam menjalankan
ajaran agama Allah. Dengan demikian inilah yang penulis maksudkan dengan dakwah
tiada henti yaitu dakwah yang tidak kenal waktu, tidak kenal lelah dan tidak
kenal berhenti.
4. Pengkondisian melalui Kebijakan Pemerintah
Sesungguhnya cara dakwah yang paling
ampuh untuk mengatasi timbulnya penyakit-penyakit masyarakat adalah adanya
kebijakan pemerintah untuk mengkondisikan warganya hidup dalam sebuah situasi
yang agamis. Pemko Padang misalnya telah mengkondisikan agar seluruh anak-anak
sekolah agar mengikuti 1) pesantren ramadhan, 2) didikan subuh, 3) wirid
remaja, dan yang terakhir 4) mengkondisikan seluruh Sekolah Dasar untuk
menghafal juz ‘Amma. Ini adalah strategi yang sangat mengakar, dan dari pengamatan
kegiatan dakwah yang dilakukan di mesjid/mushhala telah mulai menyentuh
sebagaian dari para pelaku penyakit masyarakat, seperti siswa yang terlibat
narkoba telah masuk ke mesjid, siswa yang tidak ketahuan melakukan prostitusi
juga sedikit banyaknya mendapat siraman rohani di mesjid/mushalla.
III.
Kesimpulan
Dari kajian di atas pelajaran yang
dapat disimpulkan adalah:
a. Tidak
dapat dihindarkan bahwa kemajuan zaman dengan berbagai kemajuan fisik, juga
telah memicu dan menyebabkan perubahan sosial dan penyakit-penyakit
sosial/penyakit masyarakat yang ada di dalamnya, untuk itu dakwah diperlukan
untuk meminimalisasi berbagai penyakit masyarakat tersebut.
b. Penyakit
masyarakat adalah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan buruk anggota masyarakat
yang telah membudaya, dimana kebiasaan tersebut melanggar norma, adat dan hukum
yang berlaku.
c. Sejarah
lahirnya penyakit masyarakat telah berlangsung sejak dahulu seiring dengan
lahirnya kehidupan manusia di bumi, meskipun bentuk dan cara-caranya tidak
serupa tetapi pada hakikatnya adalah sama.
d. Latar
belakang timbulnya penyakit masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor di
antaranya: krisis ekonomi, pergaulan dan gaya hidup, pengaruh lingkungan, dan
coba-coba.
e. Menurut Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1961 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara yang
termasuk dalam penyakit masyarakat adalah: pengemisan; pelacuran; perjudian:
pemadatan; pemabukan; perdagangan manusia: penghisapan (woeker); dan
pergelandangan, tetapi karena keterbatasan kajian di atas baru dapat menyajikan
beberpa concoh penyakit masyarakat yaitu: narkoba, miras, judi, prostitusi/pelacuran, HIV/Aids, tindakan
kriminal.
f. Stategi dakwah dalam mengatasi penyakit masyarakat
adalah: strategi
Bismillah, strategi jemput bola, strategi dakwah tiada henti, dan strategi
pengkondisian melalui kebijakan pemerintah.
DAFTAR RUJUKAN
Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002)
Arhief, Judi,
Pengertian dan Jenis-jenisnya, http://arhiefstyle87.wordpress.com,
2008, h. 1. Data diakses pada tanggal 17 Maret 2009
Ary Ginanjar Agustian, ESQ; Emotional Spritual Quotient, (Jakarta:
Arga, 2001)
Awis Karni, Dakwah Masyarakat Kota, (Jakarta: The
Minangkabau Fondations, 2006)
Badan Narkotika
Nasional, Survei Nasional
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga, (Jakarta: P4GN,
Puslitbang & InfoBadan Narkotika Nasional, 2005)
No comments:
Post a Comment