BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Mengingat pentingnya dalam syari’at Islam yang disampaikan
dalam Al-Qur’an dan Assunah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan
dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.
Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara
sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas
oleh nas itu. Maka untuk itu ijtihad menjadi sangat penting. Kata ijtihad
terdapat dalam sabda Nabi yang artinya “pada waktu sujud” bersungguh-sungguh
dalam berdo’a.
Dan ijtihad tidak membatasi bidang fikih saja dan banyak para pendapat ulama
mempersamakan ijtihad dengan qiyas. Adapun dasar hukum itu sendiri adalah
Al-Qur’an dan Assunah.
Maka dari itu karena banyak persoalan di atas, kita sebagai umat Islam dituntut
untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan cara melaksanakan ijtihad.
2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
pengertian ijtihad?
2.
Apa
saja fungsi ijtihad?
3.
Apakah
dasar – dasar ijtihad?
4.
Apa
saja syarat – syarat mujtahid?
5.
Sebut
dan jelaskan hukum ijtihad
6.
Sebutkan
contoh ijtihad yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW?
7.
Apa
saja metode ijtihad?
3.
TUJUAN
1.
Untuk
menjelaskan pengertian ijtihad
2.
Untuk
mengetahui fungsi ijtihad
3.
Untuk
menjelaskan dasar – dasar ijtihad
4.
Untuk
menjelaskan syarat – syarat mujtahid
5.
Untuk
menjelaskan hukum ijtihad
6.
Untuk
menjelaskan contoh ijtihad yang pernah di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW
7.
Untuk
mengetahui metode ijtihad
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN IJTIHAD
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat
hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan
As-Sunnah.
Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam
mencurahkan pikiran. Sedangkan, menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap
tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.
Oleh Secara terminologis, berijtihad berarti mencurahkan segenap
kemampuan untuk mencari syariat melalui metode tertentu. Ijtihad dipandang
sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Quran dan hadis, serta turut
memegang fungsi penting dalam penetapan hukum Islam. Telah
banyak contoh hukum yang dirumuskan dari hasil ijtihad ini. Orang
yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. ijtihad tidak bisa
dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat yang boleh
berijtihad.[1]
2.
FUNGSI
IJTIHAD
- Terciptanya suatu keputusan bersama antara para ulama dan ahli agama (yang berwenang) untuk mencegah kemudharatan dalam penyelesaian suatu perkara yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Qur’andanHadist.
- . Tersepakatinya suatu keputusan dari hasil ijtihad yang tidak bertentangan dengan All Qur’an dan Hadist..
- Dapat ditetapkannya hukum terhadap sesuatu persoalan Ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam.
3.
DASAR
DASAR IJTIHAD
Adapun yang menjadi dasar ijtihad ialah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Diantara ayat
Al-qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:
Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang berkhianat.(Q.S. an-Nisa [4]:105).
Adapun
sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi
Muhammad bersabda :
اذاحكمالحاكمفاجتهدفاصابفلهاجرانواذاحكمفاجتهدثماخطأفلهاجرواحد.
Artinya:
apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian benar
maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam
ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.(Muslim,II, t.th:62).
4.
SYARAT
SYARAT MUJTAHID
Syarat-syarat
yang harus dimiliki seorang mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad
melalui cara istimbath (mengeluarkan hukum dari sumber hukum syari’at dan
tathbiqh / penerapan hukum) :
- Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,
5.
HUKUM
IJTIHAD
- Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarikh (sejarah),
- Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas,
- Memiliki akhlaqul qarimah.
Ulama berpendapat bahwa jika seorang muslim dihadapkan pada
suatu peristiwa, atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum
syara’ , maka hukum ijtihad bagi orang tersebut bisa wajib ‘ain, wajib
kifayah,sunah, atau haram, tergantung pula kapasitas orang tersebut.
Pertama, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahid
yang diminta fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir
peristiwa itu akan hilang begitu saja tanpa kepastian hukumnya, atau ia sendiri
yang mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nash, maka hukum
ijtihadnya menjadi wajib ‘ain.
Kedua, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtihad
yang diminta fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia
mengkhawatirkan peristiwa itu hilang dan selain dia masih ada mujtahid lainnya,
maka hukum ijtihadnya menjadi wajib kifayah.
Ketiga, hukum ijtihad menjadi sunah jika dilakukan atas
persoalan-persoalan yang tidak ada atau belum terjadi.
Keempat, hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa
yang sudah jelas hukumnya secara qathi’ , baik dalam Al-Quran maupun
al-Sunah atau ijtihad yang hukumnya telah ditetapkan secara
kesepakatan ijma’. (Wahbah Al Juhaili 1978:498-9 dan Muhaimin dkk,
1994:189)
6.
CONTOH
IJTIHAD YANG PERNAH DILAKUKAN OLEH UMAR BIN KHATTAB
suatu
peristiwa di zaman Khalifah Umar ibn Khattab, di mana para pedagang Muslim
bertanya kepada Khalifah berapa besar cukai yang harus dikenakan kepada para
pedagang asing yang berdagang di negara Khalifah. Jawaban dari pertanyaan ini
belum dimuat secara terperinci dalam Al-Quran maupun hadis, maka Khalifa Umar
ibn Khattab selanjutnya berijtihad dengan menetapkan bahwa cukai yang
dibayarkan oleh pedagang adalah disamakan dengan taraf yang biasanya dikenakan
kepada para pedagang Muslim oleh negara asing, di mana mereka berdagang.[5]
7.
METODE
IJTIHAD
Berdasarkan
berbagai sumber, ada beberapa macam ijtihad yang patut diketahui. Beberapa
macam ijtihad yang dimaksud antara lain :
- Ijma
Ijma adalah salah satu jenis ijtihad yang dilakukan para ulama dengan cara berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul suatu kesepakatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Keputusan
bersama ini tentu saja tidak begitu saja dilakukan, semua harus bersumber pada
Al-Quran dan juga hadits. Hasil dari ijtihad ini sering kita sebut sebagai
fatwa, dan fatwa inilah yang sebaiknya diikuti oleh umat Islam. Kesepatan dari
para ulama ini tentu saja merupakan hasil akhir dari berbagai diskusi yang
telah dilakukan, sehingga semestinya tidak mengandung pertentangan lagi.
- Qiyas
Salah satu macam ijtihad adalah Qiyas, yaitu upaya mencari solusi permasalahan dengan cara mencari persamaan antara masalah yang sedang dihadapi dengan yang ada di dalam sumber agama (Al-Quran dan hadits).
Bila
masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di dalam kitab suci
maupun hadits, maka para ulama akan menggunakan hukum yang ada di dalam sumber
agama tersebut untuk menyelesaikan masalah. Namun tidak mudah pula mencari
kemiripan satu masalah yang terjadi jaman sekarang dengan yang terjadi pada
masa lalu. Di sinilah sebenarnya kenapa seorang mujtahid atau yang melakukan
ijtihad diperlukan memiliki keluasan pengetahuan tentang agama dan
masalah-masalah lain yang terkait dengannya.
- Istihsan
Istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Ijitihad ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu argumen beserta fakta yang mendukung tentang suatu permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum dari permasalahan tersebut. Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan pertentangan dari yang tidak sepaham.
- Istishab
Upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka agama dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu hari nanti ada alasan yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka hukum yang semula ditetapkan bisa diganti, asalkan semuanya masih dalam koridor agama Islam yang benar.
- Maslahah murshalah
Salah
satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat adalah maslahah
murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan permasalahan
melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan umat. Hal yang paling
penting adalah menghindari hal negatif dan berbuat baik penuh manfaat.
- Urf
Ijtihad ini dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita.
Ijtihad
inilah yang menetapkan apakah adat tersebut boleh dilakukan atau tidak. Apabila
masih dalam koridor agama Islam, maka boleh dilaksanakan. Namun bila tidak
sesuai dengan ajaran Islam, maka harus ditinggalkan.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Problema
hukum yang dihadapi umat Islam semakin beragam, seiring dengan berkembang dan
meluasnya agama Islam, dan berbagai macam bangsa yang masuk Islam dengan
membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi dan sistem kemasyarakatan.
Sementara
itu, nash Al-Qur’an dan Sunnah telah berhenti, padahal waktu terus
berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti (al-wahy
qad intaha wal al-waqa’i la yantahi). Oleh karena itu, diperlukan usaha
penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak
ditunjukkan secara tegas oleh nash itu.
Dengan
demikian ijtihad menjadi sangat penting sebagai sumber ajaran Islam setelah
Al-Qur’an dan al-Sunnah dalam memecahkan berbagai problematika masa kini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulloah,
Amin.1997, Falsafat Kalam di Era Post Modernisme, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Saifuddin
Anshari, Endang.1978.Kuliah Al-Islam. Bandung;Pustaka Bandung.
Razak,
Nasrudin. 1989.Dienul Islam, Maarif Bandung.
Al-Ghazali, Zainab.
1995.Menuju Kebangkitan Baru, Gema Insani Press Jakarta.
Hadikukusam,Djarnaw.
1985.ijtihad,dalam Amrullah Achmad dkk. (Editor), Persepektif
Ketegangan Kreatif dalam Islam, PLP2M Yogyakarta.
Atang
Abd. Hakim, dan Jaih Mubarok, 2000, Metodologi Studi Islam,
Bandung : PT Remaja Pesdakarya,
No comments:
Post a Comment