KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat
pada
waktunya yang berjudul “TEATER”.
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian TEATER atau yang lebih khususnya membahas tentang JENIS JENIS TEATER MODERN TRADISIONAL dan CONTOH-CONTOH TEATER dalam SENI BUDAYA Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang TEATER. saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Amin.
Lubuklinggau, Juni 2016
Penyusun,
A.
PENGERTIAN TEATER
Teater berasal dari kata Yunani,
“theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung
pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata
teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan didepan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah
pertunjukan. misalnya ketoprak, ludruk, wayang,
wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain
sebagainya.
Adapun pengertian teater menurut para tokoh, antara lain
:
1. Menurut Harymawan, 1993 :
Teater
merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan
dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan,
keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan
paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi
batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak
ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di
layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di
dalamnya merupakan realitas fiktif”.
2. Menurut Bakdi Soemanto, 2001 : Teater selalu dikaitkan dengan kata
drama yang berasal dari kata Yunani Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau
berbuat dan “drame” yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot
dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas
menengah. Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap
satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika.
Kata “drama” juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM),
sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata “teater” dan “drama”
bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang
mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau
karya sastra.
3. Menurut Kasim Achmad, 2006 : Istilah Teater sekarang lebih umum digunakan
tetapi sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di
atas panggung disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya
naskah lakon yang biasa disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan
teater. Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada
adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah
Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta.
Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara”
atau “warah” yang berarti, “pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara”
berarti “pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993).
Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita
yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman
Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi
masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
Jadi,
teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di
ataspanggung dan disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater”
adalah pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari
“teater”.
B.
Jenis Seni Teater
a.
Teater Rakyat (tradisional)
Pertunjukan hanya dilaksanakan dalam
kaitan dengan upacara tertentu, seperti khitanan, perkawinan, selamatan dan
sebagainya. Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut Ketoprak,
Srandul, Jemblung, Gatoloco di Jawa Tengah,
b. Teater
Klasik (keraton)
Segala
sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung
pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan
rakyat(penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan. Contohnya
Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek, dan Langendriya.
c.
Teater Modern
Teater
modern merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater Barat. Jenis teater seperti Komedi
Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat, dan sebagainya merupakan
contoh teater modern. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan
Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya diambil dari dunia
modern. Musik, dekor, dan properti lain
menggunakan teknik Barat. Teater sudah membudaya dalam kehidupan bangsa kita.
Dalam teater, penonton tidak hanya disuguhi pengetahuan tentang baik/buruk, dan
indah/ jelek, tetapi ikut menyikapi dan melihat action. Contoh Teater Modern
yaitu drama, teater, sinetron dan film. Ciri-ciri
Teater Modern adalah panggung tertata, ada pengaturan jalan
cerita, tempat panggung tertutup.
JENIS TEATER MODERN TRADISIONAL
1.
Teater Boneka
Pertunjukan boneka telah dilakukan sejak Zaman Kuno. Sisa
peninggalannya ditemukan di makam-makam India Kuno, Mesir, dan Yunani. Boneka
sering dipakai untuk menceritakan legenda atau kisah-kisah religius. Berbagai
jenis boneka dimainkan dengan cara yang berbeda. Boneka tangan dipakai di
tangan sementara boneka tongkat digerakkan dengan tongkat yang dipegang dari
bawah. Marionette, atau boneka tali, digerakkan dengan cara menggerakkan
kayu silang tempat tali boneka diikatkan.
2.
Drama Musikal
Merupakan pertunjukan teater yang menggabungkan seni
menyanyi, menari, dan akting. Drama musikal mengedepankan unsur musik, nyanyi,
dan gerak daripada dialog para pemainnya. Di panggung Broadway jenis
pertunjukan ini sangat terkenal dan biasa disebut dengan pertunjukan kabaret.
Kemampuan aktor tidak hanya pada penghayatan karakter melalui baris kalimat
yang diucapkan tetapi juga melalui lagu dan gerak tari. Disebut drama musikal
karena memang latar belakangnya adalah karya musik yang bercerita seperti The
Cats karya Andrew Lloyd Webber yang fenomenal. Dari karya musik bercerita
tersebut kemudian dikombinasi dengan gerak tari, alunan lagu, dan tata pentas.
Selain kabaret, opera dapat digolongkan dalam drama musikal.
Dalam opera dialog para tokoh dinyanyikan dengan iringan musik orkestra dan
lagu yang dinyanyikan disebut seriosa. Di sinilah letak perbedaan dasar antara
Kabaret dan opera. Dalam drama musikal kabaret, jenis musik dan lagu bisa saja
bebas tetapi dalam opera biasanya adalah musik simponi (orkestra) dan seriosa.
Tokoh-tokoh utama opera menyanyi untuk menceritakan kisah dan perasaan mereka
kepada penonton. Biasanya juga berupa paduan suara. Opera bermula di Italia pada
awal tahun 1600-an. Opera dipentaskan di gedung opera. Di dalam gedung opera,
para musisi duduk di area yang disebut orchestra pit di bawah dan di
depan panggung.
3.
Teater Gerak
Teater gerak merupakan pertunjukan
teater yang unsur utamanya adalah gerak dan ekspresi wajah serta tubuh
pemainnya. Penggunaan dialog sangat dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti
dalam pertunjukan pantomim klasik. Teater gerak, tidak dapat diketahui dengan
pasti kelahirannya tetapi ekspresi bebas seniman teater terutama dalam hal
gerak menemui puncaknya dalam masa commedia del’Arte di Italia. Dalam
masa ini pemain teater dapat bebas bergerak sesuka hati (untuk karakter
tertentu) bahkan lepas dari karakter tokoh dasarnya untuk memancing perhatian
penonton. Dari kebebasan ekspresi gerak inilah gagasan mementaskan pertunjukan
dengan berbasis gerak secara mandiri muncul.
Teater
gerak yang paling populer dan bertahan sampai saat ini adalah pantomim. Sebagai
pertunjukan yang sunyi (karena tidak menggunakan suara), pantomim mencoba
mengungkapkan ekspresinya melalui tingkah polah gerak dan mimik para pemainnya.
Makna pesan sebuah lakon yang hendak disampaikan semua ditampilkan dalam bentuk
gerak. Tokoh pantomim yang terkenal adalah Etienne Decroux dan Marcel Marceau,
keduanya dari Perancis.
4.
Teater Dramatik
Istilah dramatik digunakan untuk menyebut pertunjukan teater
yang berdasar pada dramatika lakon yang dipentaskan. Dalam teater dramatik, perubahan karakter
secara psikologis sangat diperhatikan dan situasi cerita serta latar belakang
kejadian dibuat sedetil mungkin. Rangkaian cerita dalam teater dramatik
mengikuti alur plot dengan ketat. Mencoba menarik minat dan rasa penonton
terhadap situasi cerita yang disajikan. Menonjolkan laku aksi pemain dan
melengkapinya dengan sensasi sehingga penonton tergugah. Satu peristiwa
berkaitan dengan peristiwa lain hingga membentuk keseluruhan lakon. Karakter
yang disajikan di atas pentas adalah karakter manusia yang sudah jadi, dalam
artian tidak ada lagi proses perkembangan karakter tokoh secara improvisatoris
(Richard Fredman, Ian Reade: 1996). Dengan segala konvensi yang ada di
dalamnya, teater dramatik mencoba menyajikan cerita seperti halnya kejadian
nyata.
5.
Teatrikalisasi Puisi
Pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya sastra
puisi. Karya puisi yang biasanya hanya dibacakan dicoba untuk diperankan di
atas pentas. Karena bahan dasarnya adalah puisi maka teatrikalisasi puisi lebih
mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Gaya akting para pemain biasanya
teatrikal. Tata panggung dan blocking dirancang sedemikian rupa untuk
menegaskan makna puisi yang dimaksud. Teatrikalisasi puisi memberikan wilayah
kreatif bagi sang seniman karena mencoba menerjemahkan makna puisi ke dalam
tampilan laku aksi dan tata artistik di atas pentas.
C.
CONTOH-CONTOH
TEATER
1.
Wayang
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500
tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa
pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan
dalam bentuk arca atau gambar.
Dalam pertunjukan wayang kulit,
wayang dimainkan di belakang layar tipis dan sinar lampu menciptakan bayangan
wayang di layar. Penonton wanita duduk di depan layar, menonton bayangan
tersebut. Penonton pria duduk di belakang layar dan menonton wayang secara
langsung.
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa wayang dalam bahasa/kata Jawa berarti: bayangan , dalam bahasa melayu artinya: bayang-bayang, yang artinya bayangan, samar-samar, menerawang. Bahasa Bikol menurut keterangan Profesor Kern, bayang, barang atau menerawang. Semua itu berasal dari akar kata "yang" yang berganti-ganti suara yung, yong, seperti dalam kata: laying (nglayang)=yang, dhoyong=yong, reyong=yong, reyong-reyong, atau reyang-reyong yang berarti selalu berpindah tempat sambil membawa sesuatu, poyang-payingen, ruwet dari kata asal: poyang, akar kata yang. Menurut hasil perbandingan dari arti kata yang akar katanya berasal dari yang dan sebagainya tadi, maka jelas bahwa arti dari akar kata: yang, yung, yong ialah bergerak berkali-kali, tidak tetap, melayang.
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa wayang dalam bahasa/kata Jawa berarti: bayangan , dalam bahasa melayu artinya: bayang-bayang, yang artinya bayangan, samar-samar, menerawang. Bahasa Bikol menurut keterangan Profesor Kern, bayang, barang atau menerawang. Semua itu berasal dari akar kata "yang" yang berganti-ganti suara yung, yong, seperti dalam kata: laying (nglayang)=yang, dhoyong=yong, reyong=yong, reyong-reyong, atau reyang-reyong yang berarti selalu berpindah tempat sambil membawa sesuatu, poyang-payingen, ruwet dari kata asal: poyang, akar kata yang. Menurut hasil perbandingan dari arti kata yang akar katanya berasal dari yang dan sebagainya tadi, maka jelas bahwa arti dari akar kata: yang, yung, yong ialah bergerak berkali-kali, tidak tetap, melayang.
2.
Makyong
Makyong adalah seni
teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan
sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. Makyong
dipengaruhi oleh budaya Hindu-Buddha Thai dan Hindu-Jawa. Nama makyong berasal
dari mak hyang, nama lain untuk dewi sri, dewi padi. Makyong adalah teater
tradisional yang berasal dari Pulau Bintan, Riau. Makyong berasal dari kesenian
istana sekitar abad ke-19 sampai tahun 1930-an. Makyong dilakukan pada siang
hari atau malam hari. Lama pementasan ± tiga jam
3. Drama Gong
Drama Gong adalah sebuah
bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan
dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan
unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan
pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional
(Bali). Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali
masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama klasik".
Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya
setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong
(Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede
Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar).
Drama Gong mulai
berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970.
Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun
popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih
aktif.
4. Randai
Randai adalah kesenian
(teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh
beberapa orang (berkelompok atau beregu). Randai dapat diartikan sebagai
“bersenang-senang sambil membentuk lingkaran” karena memang pemainnya berdiri
dalam sebuah lingkaran besar bergaris tengah yang panjangnya lima sampai
delapan meter. Cerita dalam randai, selalu mengangkat cerita rakyat
Minangkabau, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan
cerita rakyat lainnya. Konon kabarnya, randai pertama kali dimainkan oleh
masyarakat Pariangan, Padang Panjang, ketika mereka berhasil menangkaprusa yang
keluar dari laut.
Kesenian randai sudah
dipentaskan di beberapa tempat di Indonesia dan bahkan dunia. Bahkan randai
dalam versi bahasa Inggris sudah pernah dipentaskan oleh sekelompok mahasiswa
di University of Hawaii, Amerika Serikat. Kesenian randai yang kaya dengan
nilai etika dan estetika adat Minangkabau ini, merupakan hasil penggabungan
dari beberapa macam seni, seperti: drama (teater), seni musik, tari dan pencak
silat.
5. Mamanda
Mamanda adalah seni
teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong
dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini
membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang
disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.
Bedanya, Kesenian lenong
kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita
kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh
baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan
Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.
Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda". Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat kalimantan pada umumnya
Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.
Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda". Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat kalimantan pada umumnya
6. Longser
Longser merupakan salah
satu bentuk teater tradisional masyarakat sunda, Jawa barat. Longser berasal
dari akronim kata melong (melihat dengan kekaguman) dan saredet (tergugah) yang
artinya barang siapa yang melihat pertunjukan longser, maka hatinya akan
tergugah. Longser yang penekanannya pada tarian disebut ogel atau doger.
Sebelum longser lahir dan berkembang, terdapat bentuk teater tradisional yang
disebut lengger. Busana yang dipakai untuk kesenian ini sederhana tapi mencolok
dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng. Biasanya seorang
ronggeng memakai kebaya dan kain samping batik. Sementara, untuk lelaki memakai
baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala.
7. Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling
populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa
Timur pun dapat ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak
merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan
kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
Kata ‘kethoprak’ berasal
dari nama alat yaitu Tiprak. Kata Tiprak ini bermula dari prak. Karena bunyi
tiprak adalah prak, prak, prak. Serat Pustaka Raja Purwa jilid II tulisan
pujangga R. Ng. Rangga Warsita dalam bukunya Kolfbunning tahun 1923 menyatakan
“… Tetabuhan ingkang nama kethoprak tegesipun kothekan” ini berarti kethoprak
berasal dari bunyi prak, walaupun awalnya bermula dari alat bernama tiprak. Kethoprak
juga berasal dari kothekan atau gejogan. Alat bunyi-bunyian yang berupa lesung
oleh pencipta kethoprak ditambah kendang dan seruling.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah unggahungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah unggahungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:
-Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
- Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
- Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat
yang tertinggi)
Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesifik.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Kethoprak adalah seni pertunjukan teater atau drama yang
sederhana yang meliputi unsur tradisi jawa, baik struktur lakon, dialog, busana
rias, maupun bunyi-bunyian musik tradisional yang dipertunjukan oleh rakyat.
8. Ludruk
Ludruk merupakan
salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang
umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Ludruk merupakan suatu drama
tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan
disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari
(cerita wong cilik), cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi
dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur
dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski
kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang,
Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada
ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek (tukang becak,
peronda, sopir angkutan umum, dll).
9. Lenong
"Lenong"
adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi, Jakarta. Lenong
berasal dari nama salah seorang Saudagar China yang bernama Lien Ong. Konon,
dahulu Lien Ong lah yang sering memanggil dan menggelar pertunjukan teater yang
kini disebut Lenong untuk menghibur masyarakat dan khususnya dirinya beserta
keluarganya. Pada zaman dahulu (zaman penjajahan), lenong biasa dimainkan oleh
masyarakat sebagai bentuk apresiasi penentangan terhadap tirani penjajah.
Kesenian teatrikal
tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa
seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah
ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa
lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai
tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
10. Ubrug
"Ubrug" di Pandeglang dikenal sebagai kesenian tradisional rakyat
yang semakin hari semakin dilupakan oleh penggemarnya. Istilah ‘ubrug’ berasal
dari bahasa Sunda ‘sagebrugan’ yang berarti campur aduk dalam satu lokasi. Kesenian
ubrug termasuk teater rakyat yang memadukan unsur lakon, musik, tari, dan
pencak silat. Semua unsur itu dipentaskan secara komedi. Bahasa yang digunakan
dalam pementasan, terkadang penggabungan dari bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu
(Betawi). Alat musik yang biasa dimainkan dalam pemenetasan adalah gendang,
kulanter, kempul, gong angkeb, rebab, kenong, kecrek, dan ketuk.
Selain berkembang di provinsi Banten, kesenian Ubrug pun berkembang sampai ke Lampung dan Sumatera Selatan yang tentunya dipentaskan menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Teater Ubrug pada awalnya dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda daun kelapa atau rubia.
Selain berkembang di provinsi Banten, kesenian Ubrug pun berkembang sampai ke Lampung dan Sumatera Selatan yang tentunya dipentaskan menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Teater Ubrug pada awalnya dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda daun kelapa atau rubia.
Untuk penerangan digunakan lampu blancong, yaitu lampu minyak tanah yang bersumbu dua buah dan cukup besar yang diletakkan di tengah arena. Lampu blancong ini sama dengan oncor dalam ketuk tilu, sama dengan lampu gembrong atau lampu petromak. Sekitar tahun 1955, ubrug mulai memakai panggung atau ruangan, baik yang tertutup ataupun terbuka di mana para penonton dapat menyaksikannya dari segala arah.
Seni teater bangkit lagi setelah jaman Renaisans (sekitar tahun
1500M-1700M). Pada masa itu, lahirlah pengarang-pengarang besar seperti William
Shakespeare (dengan karya Hamlet, Romeo dan Juliet, Pedagang Venesia, Mimpi
di Tengah Malam Musim Panas, dll). Pada era modern, tokoh yang berkembang
adalah Henrik Ibsen dan George Bernard Shaw.Wayang
11. Wong (wayang
orang)
Wayang Wong
dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu pertunjukan wayang kulit,
tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater tradisional
Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk
berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada
umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang
orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga
pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer.
Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan
pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang
yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak
muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya
sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan
musik.
Wayang orang dapat dikatakan masuk
kelompok seni teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan
oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan
tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang
agak berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti
pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam
pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan
diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang
masih mendalang dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang
karena para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerak-gerakan
badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang.
Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng
dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak
mengucapkan dialog
12. Gambuh
Gambuh merupakan teater tradisional yang
paling tua di Bali dan diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang
dipergunakan adalah bahasa Bali kuno dan terasa sangat sukar dipahami oleh
orang Bali sekarang. Tariannya pun terasa sangat sulit karena merupakan tarian
klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau gambuh
merupakan sumber dari tari-tarian Bali yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal
sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman
Majapahit. Di Bali, gambuh dipelihara di istana raja-raja.
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari
struktur cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang
dimainkan di antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri.
Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan
berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam
bahasa Bali biasa.
Suling dalam gambuh yang suaranya
sangat rendah, dimainkan dengan teknik pengaturan nafas yang sangat sukar,
mendapat tempat yang khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh, yang sering
disebut gamelan “pegambuhan”. Gambuh mengandung kesamaan dengan “opera” pada
teater Barat karena unsur musik dan menyanyi mendominasi pertunjukan. Oleh
karena itu para penari harus dapat menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan
oleh juru tandak, yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung
antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan
dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam
gamelan adalah pemain kendang lanang atau disebut juga kendang pemimpin. Dia
memberi aba-aba pada penari dan penabuh.
13. Arja
Arja merupakan jenis teater
tradisional yang bersifat kerakyatan, dan terdapat di Bali. Seperti bentuk
teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya
pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat
(Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian
(tembang). Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan
unsur-unsur tarinya, karena ditekankan pada tembangnya. Tembang (nyanyian) yang
digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus yang disusun dalam
tembang macapat.
No comments:
Post a Comment